Oleh ali abdurRahman.

Bismillahirrahmanirrahim

Wabah Covid 19 telah beberapa bulan ini menyapa bangsa-bangsa hampir di sepenjuru dunia, termasuk kita di Indonesia tak luput darinya. Sebagai muslim tentu kita harus meyakini bahwa ini adalah bagian dari ketetapan Allah, di sebagai ujian kesabaran dan keimanan kita.

Tentu saja ini adalah sebuah cobaan berat yang mungkin belum pernah kita alami sebelumnya. Wabah ini telah mengubah wajah dunia sedemikian rupa. Di bidang ekonomi, tidak sedikit saudara-saudara kita harus kehilangan mata pencaharian dan pekerjaan. sementara banyak dari kita yang harus berjuang melawan penyakit hingga bertarung nyawa.

Apapun cobaan yang menimpa kita, sejatinya adalah berasal dari Allah. Akan tetapi, sebagai muslim kita meyakini sepenuhnya bahwa setiap ketetapan Allah niscaya pasti baiknya. Bila tak nampak dalam pandangan sejurus ke depan, berjalanlah terus menelurinya kelak engkau akan rasakan nikmatnya pada saat senja, atau…kala telah tiada.

Manusia sejatinya bodoh.
Terkadang ia menyukai sesuatu hal, perkara yang justru kelak akan mencelakakannya;
Kerap membenci sesuatu yang justru nanti baik buatnya.

Letusan gunung seolah bencana, namun dengannyalah jutaan hara menyembur ke bumi, menyuburkan hamparan tanah di ladang-ladang petani.

Terik mentari kadang dianggap mengurangi kenyamanan, justru sinarnya jamu buat tulang dan untuk kesehatan kita.

                         *

Sakit sejatinya bukanlah siksa, namun rahmat Allah. Melaluinyalah Allah memaafkan dosa-dosa kita
Itulah alasan Ummu Zafar untuk tidak lagi hendak didoakan kesembuhan sakitnya oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, hanya mohon didoakan agar auratnya tidak tersingkap bila kambuh.

Sakit adalah ujian bagi rasa syukur kita kepada Allah.
Demikianlah mengapa Nabiyullah Ayub ‘alaihis salam merasa malu mengangkat tangan mohon kepada Allah cabut musibahnya, karena ia merasa lebih patut bersyukur kepada Allah.

Pada filosofi indah Ayub, musibah yang belasan tahun dialami “sangatlah tidak sebanding” dengan berpuluh tahun sebelumnya merasakan nikmat dan kemudahan.

                       *

Melalui musibah sejatinya Rabb kita hendak membawa kita untuk kembali kepada-Nya, lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

Betapa banyak manusia yang tidak pernah mengenal Allah. Jauuh dariNya, karena terlalu terlena pada kehidupan dunia.
Suatu ketika ia tertimpa sakit atau musibah yang sangat berat, nyaris melenyapkan semua kenikmatan dunia yang telah puluhan tahun ia rasakan.
Namun, dengan adanya musibah itu, ia justru berkesempatan untuk lebih mengenal Allah, lalu kembali kepada-Nya, menjalin hubungan yang sangaaat dekat dengan Allah. Kedekatan yang begitu indah, yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
(Iapun merasa begitu “bersyukur” dengan musibah berat yang telah dialaminya).

                       *

Tetaplah bersyukur terhadap setiap ketetapan Allah.
Entah itu yang baik, dalam pandangan kita, atau mungkin kita nilai sebaliknya.

Setiap ketetapan Allah niscaya pasti baiknya.

                      *

Kematian, yang kita ingin selalu lari darinya.
Mengapa pula kita mesti membencinya?
Sejatinya ia bukanlah semata-mata perkara lenyapnya segala nikmat dunia, rumah megah, harta berlimpah. Atau berpisahnya kita dengan orang-orang tercinta.
Namun…melalui matilah kita dapat berjumpa wajah Allah, ar Rahman, ar Rahim, yang begitu kita Rindukan bertemu.