Kediri, (BantenKita) – Pada 1 Juni 2023 atau 12 Dzulqa’dah 1444 H diperingati Haul ke-2 Almaghfurlah KH A Zainuddin Djazuli. Salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, sekaligus putra pertama pendiri pondok yaitu KH Utsman Djazuli.

KH Nurul Huda Djazuli mengungkapkan bahwa kakaknya tersebut memiliki jasa yang luar biasa. Sebagai putra sulung, Kiai Din atau Gus Din sapaan akrabnya menjadi teladan bagi adik-adiknya.

“Kita mengingat jasa Kiai Din luar biasa. Betapa tidak, Kiai Din adalah anak pertama dari Kiai Djazuli. Otomatis beliau bersusah payah dan lelah dari pada yang lain,” ungkap KH Nurul Huda Djazuli dalam sambutannya, Kamis (01/06/2023).

Dalam haul ini, Kiai Nurul Huda mengungkapkan, hadiah yang paling berharga dari orang yang masih hidup kepada orang yang telah wafat adalah memintakan istighfar dan doa.

Ungkapan tersebut sebagaimana dalam kitab karangan Syekh Nawawi Banten yaitu di Kitab Nihayatuz Zain. Di situ menerangkan, hadiah orang-orang yang masih hidup kepada orang-orang yang telah meninggal dunia adalah doa dan memintakan ampunan kepada Allah (istighfar) kepada mayit.

“Malam ini kita semuanya, khususnya keluarga tidak lain untuk menghaturkan kado. Hadayatul ahyaai lil amwaati, ad du’au wal istighfaru,” bebernya.

Kiai yang pernah nyantri ke ke Almaghfurlah KH Mahrus Ali Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo ini menjelaskan Kiai Din langsung mendapat tarbiyah dari sang ayah. Tarbiyah yang didapat tidaklah mudah, harus bersungguh-sungguh dan riyadhoh. 

Alm. KH Zainuddin Djazuli adalah salah satu rujukan di lingkungan NU. Sang kiai tercatat di jajaran Syuriah PWNU Jawa Timur Dan juga di PBNU.

Ia juga menjadi tempat meminta nasihat sejumlah pimpinan di Jawa Timur. Sejak masa kepemimpinan Gubernur Jawa Timur, Basofi Sudirman, Imam Utomo, Soekarwo hingga Khofifah Indar Parawansa sekarang ini.

Gus Dien -sapaan KH Zaenudin Djazuli- semasa hidup disibukkan dengan aktivitas mengajar di Pondok Ploso.

Bakda subuh mengajar Asymuni Sarah Al fiyah (ilmu lughot). Sore mengajar Fathul Qarib (fikih), Ta’lim Muta’allim (moral), Bidayah (tasawuf dasar), dan Bakda Maghrib mengajar Ihya’ Ulumuddin (tasawuf), Shahih Muslim (hadis).

Di NU, pada 1984, ketika NU memutuskan kembali ke khittah 1926, Gus Dien masuk Golkar dan menjadi Jurkamnas partai tersebut sampai 1998.

Pada 1992, dalam Muktamar NU Cipasung, ketika Gus Dur mau dijegal oleh penguasa (Soeharto), Gus Dien berada di garda terdepan mendukung Gus Dur habis-habisan.

Tahun 1998-1999, ia ikut mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan menjadi jajaran dewan Syura pusat. Dan di tahun 2010-an, ia ikut mendirikan PKNU.

Sedang kiprah dan perjuangannya untuk bangsa dan masyarakat, pada 1960 – 1966, Gus Dien memimpin konfrontasi langsung dengan PKI. Tahun 1975-1985, mendirikan bangunan Yasir Arafat disusul Al Falah 2.

Tahun 1992, sang kiai mendirikan KBIH. Tahun 1995 menggagas pendirian Poliklinik pondok, dengan konsep pendanaan gotong royong seluruh santri. Dan dari 1999 sampai wafatnya KH Zainuddin Jazuli tercatat masuk di jajaran Rois Syuriah PBNU. (Aji Setiawan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *