Tangerang(Bantenkita)- Setiap tanggal Tanggal 10 September diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia (World Suicide Prevention Day). Waktu tersebut diperingati setiap tahun sejak tahun 2003, dan diinisiasi oleh Asosiasi Internasional untuk Pencegahan Bunuh Diri (International Association for Suicide Prevention – IASP) yang didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan maksud untuk meningkatkan kesadaran global tentang pencegahan bunuh diri.
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tingkat bunuh diri di Indonesia berkisar antara 3,4 hingga 3,7 per 100.000 orang pada tahun-tahun terakhir. Dengan populasi Indonesia yang lebih dari 270 juta orang, estimasi ini berarti terdapat sekitar 9.000 hingga 10.000 kasus bunuh diri per tahun yang mirisnya banyak yang masih berusia remaja.
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan lembaga terkait di Indonesia menyikapi bahwa bunuh diri di kalangan remaja harus menjadi perhatian khusus. Hal ini sering kali dipicu oleh masalah keluarga, tekanan sosial, atau masalah kesehatan mental.
Ditegaskan Dokter Spesialis Kejiwaan (Psikatri) RS IMC Bintaro (RS Sari Asih Group), dr Nina Masdiani, SpKJ, penyebab umum seseorang melakukan bunuh diri sangat kompleks dan bervariasi tergantung pada individunya masing-masing.
Meski demikian, dr Nina Masdiani, SpKJ menyebutkan terdapat beberapa faktor utama yang paling sering berkontribusi meliputi depresi berat, gangguan bipolar, skizofrenia, dan gangguan kecemasan. Gangguan ini sering membuat seseorang merasa putus asa dan tidak mampu melihat solusi lain selain bunuh diri.
Menurut dr Nina Masdiani, SpKJ, memberikan dukungan, perhatian, dan intervensi terhadap seseorang dengan beberapa faktor tersebut adalah upaya penting yang dapat membantu mencegah seseorang melakukan bunuh diri.
Beberapa Langkah yang bisa dilakukan meliputi :
• Memberi pengetahuan tentang tanda-tanda peringatan depresi, kecemasan, dan gangguan mental lainnya dapat membantu orang di sekitar individu yang berisiko untuk mengenali bahaya lebih awal.
• Menghilangkan stigma terhadap kesehatan mental dan bunuh diri melalui kampanye publik dan pendidikan juga penting, karena nyatanya masih banyak orang merasa malu untuk mencari bantuan karena stigma negatif terkait gangguan mental.
• Memberi Dukungan kesehatan mental, seperti terapi bicara (psikoterapi), konseling, dan obat-obatan untuk gangguan seperti depresi atau kecemasan, bisa sangat efektif dalam mengurangi risiko bunuh diri.
“Sejumlah tanda-tanda bisa kita ketahui dari seseorang yang berpeluang untuk mengakhiri hidupnya, beberapa diantaranya, selalu bicara tentang ingin mati atau tidak ingin hidup, menarik diri dari teman dan keluarga, dan prilaku dan suasana hatinya berubah drastis, dan penggunaan obat-obat seperti narkoba atau alkohol,” ujar dr Nina Masdiani, SpKJ.
Psikiatri yang bertugas di RS IMC Bintaro (RS Sari Asih Group) ini menekankan bahwa pencegahan bunuh diri memerlukan partisipasi dari seluruh masyarakat, mulai dari individu, komunitas, hingga pemerintah.
Melalui pendidikan, advokasi, dan dukungan yang lebih baik, dirasa bisa membantu orang yang sedang berjuang dengan masalah mental untuk mendapatkan bantuan sebelum terlambat.(dty)