
Serang, (BantenKita) – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten mengungkap kasus aksi premanisme disertai kekerasan yang terjadi di kawasan PT Lotte Chemical Indonesia, Cilegon. Sebanyak tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa yang diduga mengganggu iklim investasi tersebut.
Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Dian Setyawan menyebutkan, aksi kekerasan yang dilakukan bukan bagian dari unjuk rasa, melainkan aksi sweeping yang bermotif perebutan limbah industri.
“Yang tanggal 29 itu bukan unjuk rasa, tapi aksi sweeping. Tujuannya untuk memperoleh limbah dari PT Lotte Chemical Indonesia,” kata Dian saat konferensi pers, Senin.
Ia menjelaskan, aksi tersebut berbeda dengan demonstrasi yang berlangsung sebelumnya pada 24 Oktober 2024, yang dilakukan LSM Gapura dan dihadiri sejumlah anggota DPRD Cilegon. Aksi itu, menurutnya, berlangsung damai dan memiliki izin resmi dari kepolisian.
“Anggota dewan hadir karena diundang oleh koordinator aksi. Mereka bersifat pasif dan justru mengimbau agar tidak ada pelanggaran hukum,” jelas Dian.
Sementara aksi pada 29 Oktober melibatkan intimidasi terhadap karyawan, perusakan fasilitas, dan penerobosan gerbang perusahaan. Aksi ini diduga dilakukan untuk memaksa pengalihan pengelolaan limbah industri.
“Kelompok ini menjebol gerbang, masuk ke dalam, dan menyuruh karyawan keluar dari kantor. Semua terlihat jelas dalam video yang beredar,” ujarnya.
Polda Banten mengamankan tujuh orang pelaku yang terlibat dalam aksi tersebut. Mereka ditangkap secara bertahap sejak 26 Mei hingga 27 Juni 2025. Pelaku berinisial MA dan MR terekam melakukan kekerasan dan pengrusakan di area pintu belakang perusahaan.
“MA dan MR adalah pelaku yang mengintimidasi karyawan subcontractor PT Kine. Mereka merusak lemari, galon, dan menggedor pintu,” ungkap Dian.
Sementara itu, tiga pelaku lainnya, AC, TA, dan FK, terlibat dalam aksi di dalam kantor. TA diduga sebagai koordinator lapangan yang memerintahkan sweeping dari atas mobil komando. FK terekam menarik paksa karyawan keluar dari ruangan.
“EH adalah penanggung jawab utama dari aksi ini. Ia kami identifikasi sebagai aktor intelektual atau pentolan kelompok,” tambah Dian.
Ketujuh pelaku dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama-sama terhadap orang atau barang, serta Pasal 406 KUHP tentang perusakan. Mereka terancam hukuman hingga 9 tahun penjara.
“Ini merupakan bagian dari komitmen Polda Banten dalam menjaga iklim investasi yang aman, serta menindak segala bentuk premanisme yang mengganggu ketertiban,” tegas Dian. (Weli)
BalasTeruskanTambahkan reaksi |