
Pandeglang, (BantenKita) – Desa Bandung Kecamatan Banjar menggelar festival bubur suro 10 muharam 1447 atau 2025. Kegiatan ini diapresiasi Wakil Bupati Pandeglang Iing Andri, sebab menurutnya kegiatan festival bubur suro adalah tradisi budaya yang dibalut dengan do’a untuk melestarikan kearifan lokal.
“Kami bangga masyarakat disini sangat kompak dan antusias dalam acara festival bubur suro, ini wujud rasa syukur kita kepada Allah akan nikmat yang diberikan,” demikian diungkapkan Wakil Bupati Pandeglang Iing Andri pada acara festival bubur suro di Desa Bandung, Minggu (6/7).
Disampaikan Wabup Iing, tema pada acara ini sangat tepat dimana Festival Bubur Suro digelar dalam rangka merawat tradisi menyatu dalam doa dan budaya.
“Kita jangan sampai melupakan sebuah tradisi dan budaya, satukan budaya dengan doa untuk mendapat ridho Allah SWT,” pungkasnya.
Bubur suro menjadi hidangan khas yang dibuat pada bulan Muharram, khususnya pada tanggal 10 Muharram di sambut antusias warga Desa Bandung. Adapun festival diikuti oleh delapan RT dan dua sekolah tingkat SD di Desa Bandung, Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang.
Kepala Desa Bandung Wahyu Kusnadiharja mengatakan, festival Bubur Suro ini dalam rangka merawat tradisi menyatu dalam do’a dan budaya.
“Untuk jumlah peserta festival sebanyak 10 peserta. Terdiri dari delapan kampung dan dua dari sekolah tingkat SD,” katanya.
Wahyu menjelaskan, sekolah tingkat SD yang ikut yaitu SDN Bandung 1 dan SDN Bandung 2 ikut serta memeriahkan. Jadi memang festival ini disambut antusias masyarakat.
“Bahkan masyarakat yang menanyakan dan meminta festival bubur suro kembali digelar. Jadi syukur Alhamdulillah masyarkat kompak yang membuat kita juga ikut senang karena acara menjadi lebih meriah,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Kades Wahyu juga mengucapkan, terima kasih kepada semua elemen masyarakat. Serta unsur Muspika Bandung, dari unsur Koramil, Polsek dan dari kecamatan yang ikut menyukseskan dan memeriahkan acara.
“Festival bubur suro tahun ini ada festival kuliner, stand UMKM, kompetesi memasak bubur suro, kirab bubur suro, pentas seni lomba pakaian adat, dan doa bersama. Dan yang berbeda tahun setiap peserta menggunakan pakaian ada tempo dulu, khususnya perempuan semua mengenakan kebaya zaman dulu,” pungkasnya. (Ril)
BalasTeruskanTambahkan reaksi |