Dirtipideksus sekaligus Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Jumat (1/8/2025)

Jakarta, (BantenKita) – Satgas Pangan Polri menyita 132,65 ton beras oplosan produksi PT Food Station (FS) yang diklaim sebagai beras premium, namun tidak memenuhi standar mutu nasional.

Penyitaan dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri. Beras yang disita terdiri dari kemasan 5 kilogram sebanyak 127,3 ton dan kemasan 2,5 kilogram sebanyak 5,35 ton.

“Barang bukti terdiri dari berbagai merek beras premium produksi PT FS,” ujar Dirtipideksus sekaligus Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Jumat (1/8/2025).

Hasil Uji Tidak Penuhi SNI

Pemeriksaan laboratorium oleh Kementerian Pertanian menunjukkan empat merek, yakni Setra Ramos Biru, Setra Ramos Merah, Setra Pulen, dan Setra Wangi, tidak sesuai dengan SNI 6128:2020 dan peraturan terkait mutu beras premium.

Baca Juga: Polda Banten Ungkap Peredaran Obat Keras, 2 Tersangka Ditangkap

Penyidik juga menyita dokumen pendukung, seperti dokumen produksi, legalitas perusahaan, izin edar, serta standar operasional prosedur dan pengendalian mutu.

Penggeledahan dilakukan di kantor dan gudang PT FS di Cipinang, Jakarta Timur, serta Subang, Jawa Barat. Sampel juga diuji dari pasar tradisional dan modern melalui laboratorium resmi.

Instruksi Internal Turunkan Mutu

Penyidik menemukan instruksi internal PT FS yang menetapkan standar mutu tanpa mempertimbangkan penurunan kualitas dalam distribusi. Terdapat notulen rapat 17 Juli 2025 berisi instruksi menurunkan kadar beras patah dari 14–15 persen menjadi 12 persen.

Langkah ini diduga sebagai respons atas investigasi Kementerian Pertanian. Akibatnya, beras premium yang diproduksi tidak memenuhi standar.

Tiga Tersangka Dijerat UU Perlindungan Konsumen

Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur Utama KG, Direktur Operasional RL, dan Kepala Seksi Quality Control RP. Mereka dijerat dengan pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Ancaman hukumannya mencapai 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar untuk pelanggaran perlindungan konsumen, serta hingga 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar untuk TPPU.

“Instruksi internal menurunkan mutu beras ini sangat mencederai kepercayaan publik terhadap produk pangan nasional,” tegas Brigjen Helfi Assegaf.

Kasus beras oplosan Food Station ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap mutu pangan dan perlindungan hak konsumen. (Ril)