
Serang, (BantenKita) – Pengorbanan Melayu untuk keberlangsungan bayi baru lahir bernama NKRI tak bisa ditandingi provinsi lainnya di Nusantara. Sejak awal proklamasi di ucapkan oleh Dwi tunggal, Soekarno Hatta , 17 Agustus 45 , Sultan Siak Terakhir , Sultan Syarif Kasim II , Tak perlu lama untuk menyatakan bergabung ke ibu Pertiwi.
Sultan Melayu ini tak hanya menyatakan bergabung begitu saja, bahkan ia menyerahkan harta dengan jumlah yang sangat fantastis guna modal perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Uang senilai 13 Juta Gulden Belanda / 69 Juta Euro / Kalau di rupiahkan Sekitar Rp 1,074 Triliun, Mahkota berlian miliknya serta Pedang keris dan harta-harta bernilai lainnya, tak hanya sampai disitu , Wilayah kerajaannya Mulai dari Sumatera timur, Meliputi Kerajaan Melayu Deli, Serdang, Hingga Provinsi Riau dan Kepulauan Riau.
Kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia. UUD 45 disebutkan ” Tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan Bangsa, kata Ahmad Nurhasan, Ketua DPW DPMY Tangerang Raya Kesultanan Banten, Senin (18/9/2023).
Melalui penggusuran PAKSA yang terjadi beberapa waktu lalu, Negara mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka berupa Proyek ECO City seluas 17.000 hektar.
“Kami meminta kepada Kepala Negara dalam hal ini Presiden RI dan juga Menteri terkait untukk mencabut Proyek Rempang Eco_City sebagai PSN sebagaimana termaktub didalam peraturan menteri koordinator bid Perekonomian RI Nomor 7 thn 2023 tentang perubahan ketiga atas peraturan menteri koordinator Bidang Perekonomian nomor 7 thn 2021 tentang perubahan daftar proyek Strategis Nasional (PSN).
Dan juga mendasak Pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang dan juga Mendesak Kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk segera memerintahkan penarikan pasukan dari lokasi yang menjadi milik Masyarakat Pulau Rempang.
Diutarakan oleh Raden Hamzaiya, Pegiat Sejarah Cirebon, penggusuran terhadap masyarakat adat Rempang telah melukai banyak pihak terutama pada nilai historis sejarah Indonesia. (Ril)