Tata kelola keuangan Islami merupakan sistem pengelolaan keuangan yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam. Konsep ini tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, tetapi juga mencakup nilai-nilai etika, moral, dan sosial. Dalam beberapa dekade terakhir, bisnis berbasis syariah telah mengalami pertumbuhan yang signifikan, baik di tingkat global maupun di Indonesia.

Menurut laporan dari Islamic Financial Services Board (IFSB), aset keuangan syariah global telah mencapai sekitar USD 2,88 triliun pada tahun 2020 dan terus menunjukkan tren peningkatan.

Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi syariah juga mencatat angka yang menjanjikan. Berdasarkan data dari Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), kontribusi ekonomi syariah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 11,06% pada tahun 2019.

Hal ini menunjukkan minat yang tinggi terhadap sistem keuangan yang adil dan berkelanjutan. Tata kelola keuangan Islami menjadi semakin relevan dalam mencapai kesuksesan bisnis syariah karena mampu
memberikan kerangka kerja yang kokoh untuk operasional yang etis dan berkelanjutan.

Prinsip-prinsip tata kelola keuangan Islami mencakup beberapa aspek penting. Pertama, larangan riba atau bunga yang dianggap sebagai bentuk eksploitasi dalam Islam, menekankan bahwa keuntungan harus diperoleh melalui partisipasi aktif dalam aktivitas bisnis yang menghasilkan nilai tambah.

Hal ini sejalan dengan Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah ayat 275, yang menyatakan bahwa “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Kedua, larangan gharar atau ketidakpastian dan spekulasi yang berlebihan, menekankan bahwa transaksi harus dilakukan dengan jelas dan transparan.

Prinsip ini bertujuan untuk melindungi semua pihak yang terlibat dalam transaksi dari risiko yang tidak adil. Ketiga, larangan maysir atau perjudian karena mengandung risiko yang tidak adil dan tidak produktif. Selain itu, terdapat prinsip musyarakah, yakni bentuk kemitraan di mana semua pihak berbagi keuntungan dan kerugian secara proporsional.

Prinsip mudharabah juga penting, di mana satu pihak menyediakan modal sementara pihak lainnya mengelola bisnis, dengan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Prinsip zakat dan infaq juga diterapkan, di mana sebagian dari keuntungan disisihkan untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Prinsip ini merupakan bentuk nyata dari kepedulian sosial dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, Surah At-Taubah ayat 103, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”

Manfaat tata kelola keuangan Islami dalam bisnis sangat beragam. Dengan menghindari riba, gharar, dan maysir, bisnis dapat mengurangi risiko finansial yang berlebihan dan mencapai stabilitas jangka panjang.

Studi dari Bank Negara Malaysia menunjukkan bahwa bank syariah yang beroperasi tanpa riba menunjukkan stabilitas yang lebih baik selama krisis keuangan global 2008 dibandingkan dengan bank konvensional.

Selain itu, bisnis yang menerapkan prinsip keuangan Islami cenderung mendapatkan kepercayaan lebih dari investor dan konsumen karena transparansi dan etika yang dipegang teguh. Prinsip berbagi risiko dalam musyarakah dan mudharabah membantu mengurangi beban risiko finansial yang harus ditanggung oleh satu pihak.


Selain itu, dengan menerapkan zakat dan infaq, bisnis dapat berkontribusi langsung pada peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Misalnya, program zakat yang dikelola oleh perusahaan besar seperti Bank Muamalat telah membantu ribuan keluarga kurang mampu untuk memperoleh akses pendidikan dan kesehatan.

Penerapan tata kelola keuangan Islami dalam bisnis syariah bisa dilihat pada beberapa studi kasus perusahaan yang sukses. Bank Muamalat di Indonesia adalah salah satu contoh nyata yang berhasil menerapkan prinsip-prinsip keuangan Islami dan menjadi salah satu lembaga keuangan syariah terkemuka.

Proses penerapan dimulai dengan merencanakan kebijakan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah, melibatkan para ahli syariah, dan melatih karyawan untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam operasional sehari-hari.

Bank Muamalat tidak hanya berhasil meningkatkan jumlah nasabah, tetapi juga berhasil meningkatkan kepuasan nasabah melalui layanan yang etis dan transparan. Tantangan seperti kurangnya pemahaman
tentang prinsip syariah dan resistensi terhadap perubahan dapat diatasi melalui edukasi, pelatihan, dan konsultasi dengan ahli syariah. Perusahaan juga dapat menggandeng lembaga pendidikan dan universitas untuk menyelenggarakan program pelatihan dan sertifikasi dalam bidang keuangan syariah.

Dampak positif tata kelola keuangan Islami terhadap bisnis juga sangat signifikan. Bisnis yang mengadopsi tata kelola keuangan Islami cenderung menunjukkan kinerja yang lebih baik dan stabilitas keuntungan yang lebih tinggi. Sebuah studi dari International Monetary Fund (IMF) menyatakan bahwa institusi keuangan syariah memiliki rasio pembiayaan yang lebih baik dan risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan institusi keuangan konvensional.

Perusahaan yang mempraktikkan tata kelola keuangan Islami sering kali dipandang lebih etis dan dapat dipercaya, yang dapat memperkuat citra dan reputasi mereka di mata publik. Dengan mempraktikkan prinsip-prinsip keuangan Islami, bisnis dapat berkontribusi pada keadilan sosial dan ekonomi yang lebih luas. Misalnya, perusahaan seperti PT Garuda Indonesia telah menerapkan prinsip-prinsip keuangan Islami dalam pembiayaan pesawatnya, yang tidak hanya meningkatkan efisiensi finansial tetapi juga memperkuat citra perusahaan sebagai entitas yang peduli terhadap nilai-nilai etika.

Selain itu, dengan mengurangi risiko dan mempromosikan investasi yang berkelanjutan, tata kelola keuangan Islami dapat berkontribusi pada stabilitas ekonomi baik di tingkat lokal maupun global. Sebuah laporan dari World Bank menyatakan bahwa penerapan keuangan syariah dapat mendukung inklusi keuangan dan mengurangi kesenjangan ekonomi di berbagai negara.

Secara keseluruhan, tata kelola keuangan Islami merupakan kunci penting dalam kesuksesan bisnis berbasis syariah. Dengan menerapkan prinsip-prinsip keuangan Islami, bisnis dapat mencapai stabilitas finansial, meningkatkan kepercayaan, dan berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan ekonomi. Diharapkan, dengan semakin banyak perusahaan yang mengadopsi tata kelola keuangan Islami, masa depan bisnis berbasis syariah akan semakin cerah dan berkelanjutan. Ajakan ini ditujukan kepada semua pelaku bisnis untuk bersama-sama mengadopsi prinsip-prinsip keuangan Islami demi kesuksesan dan kesejahteraan bersama.

Saran saya adalah agar pemerintah dan lembaga keuangan terus mendukung pengembangan keuangan
syariah melalui regulasi yang mendukung, insentif, dan edukasi publik. Selain itu, perlu ada kerjasama antara sektor publik dan swasta untuk mengembangkan produk-produk keuangan syariah yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, keuangan syariah dapat menjadi pilar penting dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Penulis: Nikmatul Mahda Harnum adalah Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jurusan Perbankan Syariah (Ril)