
Tangerang(Bantenkita) – Aktivis Warung Pojok (Warjok) yang terdiri dari akedemisi, aktivis sosial dan lingkungan mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang segera mengambil keputusan mengenai perkembangan kerja sama dengan PT Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN). Karena, sejak penandatanganan kerja sama (PKS) Maret 2022, belum ada perkembangan yang berarti. Ironisnya, kerja sama tersebut dinilai membebani APBD Kota Tangerang hingga Rp223 Miliar pertahun.
Perwakilan Aktivis Warjok Bambang Wahyudi menjelaskan, kerja sama tersebut mewajibkan Pemkot Tangerang membayar tipping fee sebesar Rp620 Juta perhari. Angka tersebut estimasi jika volume sampah yang dihasilkan di Kota Tangerang sebesar 2 ribu ton perhari. “Sudah lebih dari 3 tahun sejak kerja sama ditandatangani tapi belum ada perkembangan berarti. Bahkan untuk menyiapkan lahan 3,5 hektar di Jatiuwung saja belum dilakukan. Bagaimana bisa memperoleh Amdal,” ungkap Bambang saat ngopi bareng di kawasan Pusat Pemerintahan Kota (Puspemkot) Tangerang, Selasa (26/8/25).
Bambang menjelaskan Kota Tangerang masuk ke dalam 12 daerah dalam Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah. Rencana tersebut awalnya memberikan harapan yang baik untuk warga di sektar TPA Rawa Kucing.”Awalnya kami senang karena diperkirakan TPA Rawa Kucing tidak akan lagi mampu menampung sampah dalam 2 tahun ke depan. Namun hingga saat ini kontsruksi PSEL belum ada tanda-tanda yang terlihat,” ujarnya.
Menurut Bambang, jika sudah tidak mampu menjalankan kerja sama tersebut, ada baiknya jika Pemkot Tangerang mengusir Oligo dari Kota Tangerang. “Menurut kami ini sudah termasuk wanprestasi. Yang kami dengar malah mereka mengajukan adendum ke dua,” katanya.
Padahal menurut Bambang, saat ini sedang terjadi perpecahan di dalam tubuh Oligo yang saling melaporkan ke Mabes Polri dan Polda Metro Jaya. “Nah, adendumnya dengan siapa dan mau sampai kapan? Kami rasa Oligo sudah sudah tidak bisa diharapkan. Yang kami lihat beberapa hari belakangan jumlah alat berat mereka di TPA Rawa Kucing malah dikurangi,” ujarnya.
Aktivis Sosial Kota Tangerang Saiful Basri menilai, harus ada langkah tegas dan harus ada intervensi dari pemerintah pusat mengenai permasalahan ini. Menurutnya, Pemkot Tangerang sudah mampu melakukan pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir seperti insenerator dan Refuse Derived Fuel (RDF). “Sudah ada beberapa program terkait sampah yang sudah dijalankan Pemkot Tangerang dengan baik. Tinggal dimaksimalkan,” katanya.
Namun, Saiful Basri meminta Pemkot Tangerang lebih serius dengan memutus kontrak kerja bersama Oligo. Kebijakan tersebut merupakan warisan pemerintahan terdahulu dan tidak harus dilanjutkan jika memang merugikan. “Kalau kerja sama harusnya sama-sama menguntungkan. Kami menilai kebijakan tersebut penuh dengan kepentingan politik,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Dosen Unis Tangerang Adib Miftahul kerja sama tersebut cenderung dipaksakan dan harus dibatalkan. DPRD Kota Tangerang harus mengambil tindakan untuk menyelamatkan APBD Kota Tangerang. “DPRD Kota Tangerang jangan jadi bebek lumpuh. Sensitivitas dan keberpihakan DPRD Kota Tangerang kami pertanyakan dalam permasalahan ini. Critical thinking kemana?,” ungkapnya.
Lanjut Adib, pemerintah pusat harus bertanggung jawab karena Proyek Strategis Nasional (PSN) mengenai PSEL ini belum berjalan dengan baik. Adib mengapresiasi recana Presiden Prabowo Subianto yang akan melakukan perubahan Perpres Nomor 35 Tahun 2018 yang tanpa tipping fee. “Jangan sampai kebijakan ini hanya akal-akalan untuk memberi karpet merah kepada oligarki. Kami mencurigai ada upaya permainan dalam masalah ini,” katanya. Karena itu, Aktivis Warjok juga akan membuat petisi dan mengajak warga Kota Tangerang untuk membatalkan PKS. Karena dinilai membebani APBD yang bersumber dari uang rakyat. (Dtya)