Deru suara KRI Dewaruci membelah laut Sumatra. Matahari terbit bersamaan dengan orang-orang yang mulai beraktivitas di geladak. Ada yang membersihkan kapal, mempersiapkan diri, dan senam pagi. Di tengah itu semua, sepotong suara memecah keheningan, “Kapal berlayar dari Tanjung Uban, menuju Lampung.”
Suara tersebut datang dari pelantang. Pagi itu, Mita Marwiah, Laskar Rempah asal Provinsi Banten yang tergabung dalam pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah (MBJR) 2024 bertugas menjadi penyiar yang membawakan berita dan tujuan pelayaran kapal.
MBJR adalah salah satu program yang dikembangkan oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan mempromosikan jalur rempah nusantara sebagai warisan dunia.
Pada batch pelayaran ketiga, Mita bersama laskar “Satria Lada Hitam” menyusuri rute pelayaran Tanjung Uban, Lampung, dan berakhir di Jakarta.
Dari hasil wawancara, Mita Marwiah menuturkan bahwa dirinya terpilih menjadi salah satu Laskar Rempah setelah melalui seleksi yang sangat ketat. Pada tahap administrasi, peserta diminta mengumpulkan karya esai dan video edukatif mengenai ragam rempah nusantara. Mita berhasil lolos menjadi satu-satunya
perwakilan Banten dalam pelayaran tersebut. “Informasi pendaftaran saya dapat melalui Instagram Jalur Rempah,” tuturnya.
Selama dua belas hari berlayar bersama KRI Dewaruci, Mita pun membagikan keseruannya selama berada di atas kapal. Gadis asal Pandeglang ini ternyata juga kedapatan menjadi Wakil Ketua Satria Lada Hitam semasa pelayarannya.
“Tugasnya mengatur berbagai persiapan pelayaran mulai dari online sampai naik ke kapal,” tambahnya.
Banyak sekali kegiatan yang dilakukan Laskar Rempah selama di kapal. Kata Mita, para laskar diminta untuk mempersiapkan suatu penampilan yang akan ditampilkan ketika singgah di titik pelayaran nantinya. Beberapa penampilan yang telah disiapkan antara lain yel-yel, tarian kreasi nusantara, medley lagu nusantara, serta kolaborasi tampil antara para Laskar Rempah bersama Awak KRI Dewaruci.
Satria Lada Hitam juga memiliki semboyan tersendiri, “Dari Tanjung Uban, Menuju Lampung, Berakhir di Jakarta.”
Bagi Mita, semboyan tersebut semakin mengakrabkan interaksi yang terbangun antara dirinya dengan teman-teman yang berasal dari berbagai wilayah nusantara tersebut. “Pelayaran menjadi momen
masing-masing laskar untuk mengekspresikan diri melalui hal yang dia kuasai,” ucap Mita dalam salah satu video yang diunggah di Instagram pribadinya.
Tidak hanya menjadi penyiar, Laskar Rempah lain juga memiliki beragam tugas yang dilakukan selama di kapal. Salah satunya adalah menjadi petugas parade roll dalam upacara sandar dan pelepasan. Untuk menjadi petugas parade roll, seseorang perlu naik ke atas tiang KRI Dewaruci untuk memberikan salam
penghormatan kepada orang yang menyambut/melepas keberangkatan kapal di dermaga.
Mita mengaku bahwa ini merupakan kali pertama suaranya bisa terdengar membelah lautan. “Kalau bukan karena Jalur Rempah, mungkin suara saya hanya akan terdengar di daratan saja,” ucap Mita.
Mita menjadi Laskar Rempah pertama yang menyampaikan siaran di kapal dalam batch pelayarannya tersebut. Total terdapat lima laskar lain yang kemudian melakukan siaran secara bergantian.
Selama siaran, Mita membagikan informasi dan tujuan pelayaran kapal. Siaran juga dilakukan menggunakan dua bahasa, bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
“Tetap semangat menjalani aktivitas, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesehatan dan keberhasilan dalam pelayaran. Jalesveva, Jayamahe!” ucap Mita dalam penyiaran.
Mita diketahui juga aktif sebagai pembawa acara di wilayah asalnya, Pandeglang. Berdasarkan penuturannya, Mita pernah menjadi pewara dalam Festival Gebrak Ngadu Bedug yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pandeglang. “Festival berlangsung selama tiga hari tiga malam dan dihadiri 16.000 orang,” tambah Mita. Mita aktif membagikan keseharian dan pengalamannya dalam bersuara lewat akun Instagram @suaramita.