(Banten Kita) – Komisi IV DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, menilai Dinas Pariwisata setempat belum memiliki inovasi dan konsep terpadu dalam percepatan pengembangan pariwisata di wilayah tersebut.
Ketua Komisi IV DPRD Kulon Progo Istana di Kulon Progo, Kamis, mengatakan sebuah inovasi dan konsep dibutuhkan dalam pengembangan potensi wisata, baik objek wisata yang dikelola pemerintah kabupaten maupun masyarakat.
“Dispar hanya mengejar tiket, bukan jualan paket. Seharusnya, Dispar mulai berjualan paket, bukan tiket. Kami melihat Dispar belum memiliki inovasi terpadu pengembangan pariwisata,” kata Istana.
Menurut dia, Dispar Kulon Progo harus belajar ke Banjarnegara (Jawa Tengah) dalam membuat konsep paket wisata untuk mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya. Banjarnegara memiliki banyak kalender kegiatan pariwisata dan budaya dalam satu tahun yang dikemas dalam paket wisata.
Paket wisata inilah yang menggerakkan perekonomian kerakyatan karena setiap kegiatan pihak-pihak yang terlibat sangat banyak. Mulai dari kelompok sadar wisata (pokdarwis), pemerintah desa, pemuda, pedagang, hingga pelaku UKM yang bergerak dalam menyukseskan kegiatan pariwisata dan budaya yang dikemas dalam paket wisata.
“Mereka tidak jualan tiket, bahkan kegiatan mereka gratis. Mereka menjual paket wisata sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan desa secara cepat. Mestinya, Kulon Progo begitu tidak hanya membuat destinasi dan pelatihan, tapi harus ada inovasi terpadu,” kata Istana.
Untuk itu, lanjut Istana, Dispar harus berani membuat terobosan-terobosan untuk menggerakkan potensi lokal. Kalau hanya pelatihan-pelatihan, dan pendampingan, itu hanya rutinitas, sehingga harus ada gebrakan nyata dan konsep besar pengembangan pariwisata di Kulon Progo harus jelas.
“Pada 2020, kami akan mendorong revisi Perda Ripparda untuk percepatan pengembangan pariwisata di Kulon Progo,” kata Istana.
Hal yang sama diungkapkan Anggota Komisi IV DPRD Kulon Progo Muhtarom Asrori, bahwa Dispar Kulon Progo tidak memiliki konsep inovasi terpadu pengembangan pariwisata.
Sejauh ini, katanya, Dispar hanya normatif menjalankan tugas kepariwisataan, tanpa ada inovasi yang dapat mempercepat pengembangan pariwisata.
Menurut dia, Dispar harus memiliki kalender pariwisata dan budaya, sehingga menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Saat ini, objek wisata yang berbasis alam dan swafoto sudah dikembangkan berbagai daerah. Hal ini akan menimbulkan kebosanan dan akan ditinggalkan wisatawan.
Seharusnya, kalau ada kegiatan budaya dan pariwisata yang menarik, sehingga wisatawan tertarik. Ternyata, Dispar belum memiliki inovasi dan konsep. Contohnya, kegiatan pentas Sugriwo Subali, seharusnya dibuat semenarik dan mewah, serta gratis atau mudah.
“Hal ini yang tidak ditangkap oleh Dispar dalam mempromosikan dan mengembangkan pariwisata di Kulon Progo,” katanya. (Ant)