
Rangkasbitung, (BantenKita) – Ribuan warga Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, berjalan kaki tanpa menggunakan sandal menuju alun-alun Rangkasbitung tempat upacara tradisi Seba bersama Bupati Lebak Penjabat (Pj) Iwan Kurniawan dan pejabat setempat, yang digelar Jumat malam ini.
“Pelaksanaan upacara tradisi Seba dilaksanakan pukul 20:00 WIB,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lebak Imam Rahmayadin di Rangkasbitung, Lebak, Jumat.
Masyarakat Baduy setelah tiba di alun-alun Rangkasbitung pukul 16:30 WIBÂ langsung istirahat dan makan yang disediakan Pemerintah Kabupaten Lebak.
Ribuan masyarakat Baduy penuh ceria, meski mereka sejak pagi berangkat dari kampung-kampung yang tersebar di tanah hak ulayat adat.
Begitu juga tampak warga Baduy Dalam dengan pakaian putih-putih bersemangat, padahal mereka berjalan kaki menempuh perjalanan 50 kilometer dari Kampung Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik menuju Rangkasbitung.
Kendati menempuh perjalanan puluhan kilometer, tetapi mereka wajib untuk melakukan kegiatan upacara tradisi Seba dengan silaturahmi bersama kepala daerah dan pejabat.
“Kami berharap pelaksanaan upacara tradisi Seba berlangsung lancar dan cuaca cerah,” katanya.
Tetua Adat Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes Kabupaten Lebak Jaro Saija mengatakan dirinya merasa lega setelah tiba di alun-alun Rangkasbitung dengan selamat dan bahagia dapat melakukan kegiatan upacara tradisi Seba.
Kegiatan Seba tahun 2024 dihadiri sebanyak 1.500 orang tersebar di 68 Kampung di pemukiman kawasan Badui.
Bagi masyarakat Baduy upacara Seba merupakan sakral yang harus dijalani, karena perintah dari leluhur sejak zaman kerajaan Sultan Hasanuddin hingga sekarang.
“Kami harus menjalankan tradisi Seba, karena jika tidak dilakukan dikhawatirkan menimbulkan malapetaka bagi masyarakat Badui,” ujarnya.
Sementara itu, Rudi (50) warga Tangerang mengatakan dirinya bersama teman mendatangi lokasi alun-alun Rangkasbitung sebagai lokasi upacara tradisi Seba yang dilakukan masyarakat Badui.
Dimana perayaan upacara tradisi Seba Baduy itu perlu dikembangkan, karena bagian warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang memiliki makna lebih luas khususnya menjaga persatuan, kedamaian, toleransi dan kerukunan.
Sebab, bangsa ini jika hidupnya di masyarakat terwujud kedamaian, persatuan, kerukunan dan toleransi lebih indah dan dipastikan bisa sejahtera tanpa terjadi konflik sosial.
“Kita berharap budaya warisan nenek moyang itu perlu dilestarikan dan dikembangkan karena memiliki filosofi hidup damai,” kata Rudi. (Man/Ant)